TUGAS BAHASA INDONESIA
NAMA: HARRI PRAMONONIM: 201343500271
Sejarah singkat perkembangan bahasa indonesia
Bahasa
Indonesia adalah
bahasa kesatuan negara Republik Indonesia, dan menjadi bahasa
persatuan Bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan sehari
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bahasa Indonesia adalah
gabungan bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan
sebagai lingua franca saat awal abad penanggalan modern.
Perkembangan
Bahasa Indonesia Sebelum kemerdekaan
Sejarah
mengisahkan bahwa bangsa Indonesia menjadikan bahasa melayu sebagai
bahasa persatuan bangsa. yang di mulai dengan adanya Kerajaan
Sriwijaya (abad ke-7 Masehi) yang menggunakan bahasa Melayu (Melayu
Kuna) sebagai bahasa kerajaan.
Hal
ini diketahui dari beberapa prasasti, seperti :
- Tulisan yang ada di batu nisan di Minye Tujoh, Aceh tahun, 1380 M.
- Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, tahun 683.
- Prasasti Talang Tuwo, di Palembang, tahun 684.
- Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, tahun 686.
- Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, tahun 688.
Abad
ke-15 bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa resmi karena dipakai oleh
Kesultanan Malaka, disebut dengan bahasa Melayu Tinggi. Tetapi hanya
digunakan oleh kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa,
dan Semenanjung Malaya.
Akhir
abad ke-19, terbentuklah bahasa indonesia yang mulai terpisah
dari bahasa melayu secara perlahan, yang digunakan untuk membantu
administrasi bagi kalangan pegawai pribumi, tetapi pada saat itu
belum banyak orang yang mengunakanya sebagai bahasa ibu.
Pertengahan
1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan buku yang berjudul Malay
Archipelago yang berceritakan tentang “penghuni Malaka telah
memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara
yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa Melayu
adalah yang Bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.”
Awal
abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia
di bawah Belanda yang menggunakan ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada
tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris menggunakan ejaan Wilkinson.
Perkembangan
Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan
Dengan
menyebarmya Bahasa Melayu ke seluruh negri serta menyebarnya agama
islam. juga berkembangnya bahasa melayu sebagai bahasa penghubung
antar pulau, antar suku, antar pedagang, dan antar kerajaan, membuat
tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia.
dengan adanya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, ini adalah
bukti yang mengiikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa
yang semuanya dengan nama indonesia.
Adapun
isi dari sumpah pemuda itu adalah sebagai berikut:
- Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
- Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
- Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dengan
adanya sumpah pemuda, Bahasa Indonesia resmi diakui sebagai bahasa
nasional. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas
usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli
sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta,
“Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia
dan kesastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi
bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa
itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa
persatuan.“
Peristiwa-peristiwa
penting dalam perkembangan bahasa Indonesia
- Tahun 1901 disusunnya ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen yang dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
- Tahun 1908 Pemerintah mendirikan badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai tersebut digunakan untuk membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
- Tanggal 28 Oktober 1928 adalah hari yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia, karena pada tanggal itulah para pemuda mamancangkan tonggak untuk perjalanan bahasa Indonesia.
- Tahun 1933 resmi didirikan angkatan sastrawan muda yang dinamakan sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
- Tanggal 25-28 Juni 1938 diadakannya Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Yang menyimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia.
- Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara (Pasal 36).
- Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen sebelumnya.
- Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 diadakannya Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. ini adalah suatu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia.
- Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) di hadapan sidang DPR dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
- Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia .
- Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 diadakannya Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta yang bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda yang ke-50 yang memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
- Tanggal 21-26 November 1983 diadkannya Kongres bahasa Indonesia IV di Jakarta. Yang di putuskan agar pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan, agar amanat untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
- Tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988 diadakannya Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta yang dihadiri oleh tujuh ratus ahli bahasa Indonesia , serta tamu dari negara Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
- Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993 diadaknnya Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta . dengan peserta sebanyak 770 ahli bahasa dari Indonesia dan 53 tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Yang mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, dan mengusulkan agar disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
- Tanggal 26-30 Oktober 1998 diadakannya Kongres Bahasa Indonesia VII yang diadakan di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:
- Para anggota terdiri dari tokoh masyarakat dan ahli yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
- Bertugas memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta berupaya meningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sejarah
Ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)
Ejaan
adalah cara, aturan untuk menuliskan kata-kata dengan huruf menurut
ilmu bahasa yang ditetapkan. Dengan adanya ejaan, diharapkan dapat
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai
aturan-aturan yang ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang
enak didengar, dipergunankan dalam komonikasi sehari hari.
Penyempurnaan
ejaan bahasa Indonesia terdiri dari :
Ejaan
van Ophuijsen
Pada
tahun 1896 Charles Van Ophuijsen, Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan ini. Ejaan yang kemudian
dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah
kolonial pada tahun 1901.
Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
- Huruf [ ï ] digunakan untuk membedakan antara huruf [ i ] sebagai akhiran seperti [ mulaï ] dengan [ ramai ]. Dan untuk menulis huruf [ y ] seperti [ Soerabaïa ].
- Huruf [ j ] digunakan untuk menuliskan kata-kata seperti [ jang, pajah, sajang ].
- Huruf [ oe ] digunakan untuk menuliskan kata-kata seperti [ goeroe, itoe, oemoer ].
- Tanda yang diakri [ tik ], seperti koma ain dan tanda trema. Digunakan untuk menuliskan kata-kata seperti [ ma’moer, ’akal ]
Tanggal
17 Maret 1947 digunakannya Ejaan Republik (edjaan repoeblik) yang
kemudian ejaan ini disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Ejaan ini mengganti Ejaan Van
Ophuijsen yang mulai berlaku pada tahun 1901.
- Huruf [ oe ] diganti dengan u pada kata-kata seperti [ guru, itu, umur ].
- Bunyi yang jelas yang ditulis dengan [ k ] pada kata-kata [ tak, pak, rakjat ].
- Kata ulang ditulis dengan angka [ 2 ] seperti pada [ kanak2, ber-jalan2 ].
- Awalan [ di- ] ditulis dengan kata yang mendampinginya seperti [ dibeli ].
Pada
tanggal 23 Mei 1972 Mashuri Saleh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
pada saat itu mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam
bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Ditandai dengan
merubah nama jalan di depan kantor departemennya , dari [ Djl.
Tjilatjap ] menjadi [ Jl. Cilacap ].
Ejaan
Melindo
Pada
tahun 1959 diputuskan Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia
yang berusaha menyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di Indonesia
dan Persekutuan Tanah Melayu. Sistem inilah yang disebut dengan Ejaan
Melindo. Tetapi sistem ini tidak sampai diterapkan.
Ejaan
Yang Disempurnakan
Tanggal
23 Mei 1972, ditandatangani keputusan bersama oleh Menteri Pelajaran
Malaysia, Tun Hussien Onn dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, Mashuri. yang berisi tentang persetujuan Ejaan
Yang Disempurnakan.
Tanggal
12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan yang lebih
luas. Dan memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah” dengan surat
keputusan No. 0196/1975 .
Perbedaan-perbedaan
antara EYD dengan ejaan sebelumnya adalah:
- [ tj ] menjadi [ c ] : tjutji –> cuci
- [ dj ] menjadi [ j ] : djarak –> jarak
- [ oe ] menjadi [ u ] : oemoem –> umum
- [ j ] menjadi [ y ] : sajang –> sayang
- [ nj ] menjadi [ny ] : njamuk –> nyamuk
- [ sj ] menjadi [ sy ] : sjarat –> syarat
- [ ch ] menjadi [ kh ] : achir –> akhir
- awalan [ di- ] dan kata depan [ di ] dibedakan penulisannya. kata depan [ di ] pada contoh [ di rumah ], penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara [ di- ] pada [ dibeli ], ditulis dengan kata yang mengikutinya.
FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Fungsi bahasa Indonesia sudah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Pada Bagian Kesatu, Umum, Pasal 25 dinyatakan sebagai berikut.
1)
Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam
Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan
sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
2)
Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai
jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku
bangsa, dan sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.
3)
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar
pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan
nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media
massa. Sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi
antardaerah dan antarbudaya daerah, bahasa resmi kenegaraan,
pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan
kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
bahasa media massa.
Bagian
kedua dari UU tersebut dikemukakan tentang penggunaan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan
perundangan, dokumen resmi negara, dan pidato resmi Presiden/wakil
Presiden/pejabat negara yang disampaikan di dalam/di luar negeri.
Penggunaan bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional, tetapi apabila bertujuan untuk
mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik atau satuan
pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing masih
diperbolehkan menggunakan bahasa asing.
Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di
instansi pemerintahan. Nota kesepahaman/perjanjian yang melibatkan
lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga
swasta Indonesia/perseorangan warga negara Indonesia juga diwajibkan
memakai bahasa Indonesia. Apabila perjanjian tersebut melibatkan
pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing/ bahasa
Inggris.
Laporan
setiap lembaga/perseorangan kepada instansi pemerintahan wajib
menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini juga diberlakukan pada
penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia,
kecuali untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat menggunakan
bahasa daerah atau bahasa asing.
Nama
geografi di Indonesia, nama bangunan/gedung, jalan,
apartemen/pemukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang,
lembaga usaha, lembaga pendidikan, dan organisasi yang didirikan atau
dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia
diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia. Penamaan dapat menggunakan
bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah,
budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.
Informasi
tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar
negeri yang beredar di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia
dan dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai
dengan keperluan. Rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum,
spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum wajib
menggunakan bahasa Indonesia dan dapat disertai bahasa daerah
dan/atau bahasa asing. Hal ini juga berlaku untuk informasi melalui
media massa. Media massa dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa
asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.
Bagian
ketiga dikemukakan tentang pengembangan, pembinaan, dan perlindungan
bahasa Indonesia. Pada bagian ini dikemukakan bahwa pemerintah wajib
mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia
agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan
zaman. Pemerintah daerah juga wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan
fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan
zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Pengembangan tersebut dilakukan secara bertahap, sistematis, dan
berkelanjutan oleh pemerintah dan pemerintah daerah di bawah
koordinasi lembaga kebahasaan, yaitu Pusat bahasa dan Balai Bahasa.
Bagian
keempat dibicarakan tentang peningkatan fungsi bahasa Indonesia
menjadi bahasa Internasional. Peningkatan fungsi bahasa Indonesia
menjadi bahasa internasional dilakukan secara bertahap, sistematis,
dan berkelanjutan dengan koordinasi dari lembaga kebahasaan.
Tidak
seperti peraturan perundang-undangan lainnya yang selalu diikuti
sanksi, UU No 24 Th. 2009 tidak menyebutkan sanksi terhadap
pelanggaran kewajiban penggunaan bahasa Indonesia. Walaupun demikian,
sanksi sosial tentunya akan berdampak pada penutur yang tidak
mengindahkan undang-undang tersebut.
Pemakaian
bahasa Indonesia dalam situasi resmi, misalnya, pidato resmi pejabat
negara merupakan bagian dari sarana pemersatu, identitas, dan wujud
eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan
negara. Oleh karena itu, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2010 telah mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam
pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta pejabat negara
lainnya.
Dalam
forum resmi yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,
organisasi internasional, dan negara penerima, pejabat negara
menggunakan bahasa Indonesia dalam pidato resmi baik di luar
negeri maupun di dalam negeri. Penyampaian pidato di atas dapat
didampingi penerjemah atau diikuti transkrip pidato dalam
bahasa Indonesia untuk memperjelas makna yang akan disampaikan.